Search This Blog

Monday, August 29, 2016

Tata Cara dan Urutan Pernikahan Adat Na Gok Batak

 Image result for sejarah pernikahan batak
1. Mangarisika..
Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita dalam rangka penjajakan. Jika pintu terbuka untuk mengadakan peminangan maka pihak orang tua pria memberikan tanda mau (tanda holong dan pihak wanita memberi tanda mata). Jenis barang-barang pemberian itu dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain.
2. Marhori-hori Dinding/marhusip..
Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum.
3. Marhata Sinamot..
Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang terbatas) datang oada kerabat wanita untuk melakukan marhata sinamot, membicarakan masalah uang jujur (tuhor).
4. Pudun Sauta..
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari :
1. Kerabat marga ibu (hula-hula)
2. Kerabat marga ayah (dongan tubu)
3. Anggota marga menantu (boru)
4. Pengetuai (orang-orang tua)/pariban
5. Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.
5. Martumpol (baca : martuppol)
Penanda-tanganan persetujuan pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gereja. Tata cara Partumpolon dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut Partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting). Tingting ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah (pamasu-masuon).
6. Martonggo Raja atau Maria Raja.
Adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara yang bertujuan untuk :
Mempersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis
Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pesta/acara dalam waktu yang bersamaan.
Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.
7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
Pengesahan pernikahan kedua mempelai menurut tatacara gereja (pemberkatan pernikahan oleh pejabat gereja). Setelah pemberkatan pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah sebagai suami-istri menurut gereja. Setelah selesai seluruh acara pamasu-masuon, kedua belah pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun yang tidak pergi menuju tempat kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita untuk mengadakan pesta unjuk. Pesta unjuk oleh kerabat pria disebut Pesta Mangalap parumaen (baca : parmaen)
8. Pesta Unjuk
Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan putra dan putri. Ciri pesta sukacita ialah berbagi jambar :
1. Jambar yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar juhut (daging) dan jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan.
2. Jambar yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak adalah dengke (baca : dekke) dan ulos yang dibagi menurut peraturan. Pesta Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.
9. Mangihut di ampang (dialap jual)
Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat mempelai pria yang dielu-elukan kerabat pria dengan mengiringi jual berisi makanan bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat pria.
10. Ditaruhon Jual.
Jika pesta untuk pernikahan itu dilakukan di rumah mempelai pria, maka mempelai wanita dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke tempat namborunya. Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar), sedang dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.
11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)
1. Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria.
2. Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru
12. Paulak Unea..
a. Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal bersama dengan suaminya, maka paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih atas berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama keadaan baik pengantin wanita pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).
b. Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya dan selanjutnya
memulai hidup baru.
13. Manjahea.
Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian.
14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri sendiri (rumah dan mata pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka datanglah berkunjung parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga (yang dimaksud dengan tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru). Dalam kunjungan ini parboru juga membawa makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke simundur-mundur).Dengan selesainya kunjungan maningkir tangga ini maka selesailah rangkaian pernikahan adat na gok.
Yang menjadi bahan pertanyaan sekarang adalah :

Friday, August 19, 2016

Adat Pernikahan Masyarakat Aceh

 
 
Seperti halnya di daerah-daerah lain di Indonesia yang mempunyai banyak tahapan sebelum seseorang benar-benar resmi menjadi suami istri maka di Aceh pun demikian pula adanya. Sebelum mempelai resmi menjadi suami istri haruslah terlebih dahulu melewati beberapa prosesi adat yang lumayan panjang. Apa saja prosesi adatnya. Prosesi adat pernikahan di Aceh ini dibagi dalam beberapa tahapan yang kesemuanya wajib dilalui oleh kedua mempelai. Ini dia tahapan-tahapan dalam pernikahan adat Aceh..
1. Tahap Melamar (Ba Ranup)
Ba Ranup atau tahapan melamar ini sendiri di Aceh di atur dengan adat yang lumayan panjang yakni terlebih dahulu jika seorang lelaki yang dinilai sudah cukup dewasa sudah saatnya berumah tangga maka untuk mencarikan jodoh bagi si lelaki tersebut atau jika seorang lelaki memiliki pilihan sendiri terhadap seorang perempuan untuk menjadi istrinya maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mengutus kerabat yang dituakan dan dianggap cakap dalam berbicara (disebut sebagai theulangke) untuk menemui keluarga sang perempuan untuk menanyakan status sang perempuan apakah yang bersangkutan ada yang punya atau tidak. Jika ternyata yang bersangkutan belum ada yang punya dan tidak ada ikatan apapun dengan orang lain maka barulah theulangke mengutarakan lamarannya.
Pada hari yang telah ditentukan kedua belah pihak kemudian pihak keluarga laki-laki mengutus beberapa orang yang dituakan untuk datang ke rumah orang tua pihak perempuan untuk melamar secara resmi dengan membawa sirih dan isinya sebagai simbol penguat ikatan dan kesungguhan. Setelah acara lamaran selesai dan rombongan pelamar telah pulang maka barulah kemudian keluarga yang dilamar yaitu keluarga sang perempuan bermusyawarh dengan anak gadisnya mengenai diterima atau tidaknya lamaran tersebut.
2. Tahap Pertunangan (Jakba Tanda)
Jika kemudian lamaran tersebut diterima oleh pihak perempuan maka prosesi selanjutnya adalah keluarga pihak laki-laki akan datang kembali ke rumah orang tua sang perempuan untuk membicarakan hari perkawinannya (disebut peukeong haba) sekaligus juga menetapkan seberapa besar mahar yang diinginkan oleh sang calon mempelai perempuan (disebut jeunamee) dan seberapa banyak tamu yang akan diundang dalam resepsi tersebut.
Pada acara yang sama setelah semua musyawarah tentang besarnya mahar, hari perkawinan dan banyaknya tamu yang nanti akan diundang yang dilakukan oleh keluarga kedua calon mempelai mencapai kata sepakat, barulah kemudian dilanjutkan dengan acara berikutnya yakni acara pertunangan atau yang disebut dengan Jakba Tanda. Dalam acara ini pihak calon mempelai laki-laki akan mengantarkan berbagai makanan khas daerah Aceh dan juga barang-barang lainnya, yang diantaranya buleukat kuneeng dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat pakaian wanita dan perhiasan yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria.
Tapi karena ada kalanya meski kedua pihak telah sampai pada tahap pertunangan perkawinan itu batal karena berbagai hal maka ‘aturan main’ dalam pertunangan ini jika ternyata pada akhirnya kedua belah pihak gagal bersanding di pelaminan maka tanda emas yang telah diberikan itu jika yang menyebabkan gagalnya perkawinan (tak jadi menikah) adalah calon mempelai pria maka tanda emas itu akan dianggap hangus tapi jika ternyata penyebabnya adalah calon mempelai wanita maka tanda emas itu harus diganti sebesar dua kali lipat.
3. Pesta Pelaminan
Setelah semua tahapan dapat dilalui maka barulah kemudian acara inti pun digelar yaitu pesta perkawinan itu sendiri. Dua prosesi lain dalam adat perkawinan masyarakat Aceh yang juga tak kalah pentingnya yaitu tueng dara baru yang berarti penjemputan secara adat yang dilakukan pihak pengantin laki-laki terhadap pihak pengantin perempuan dan tueng linto baroe yang bermakna sebaliknya. Setelah kedua mempelai melakukan akad nikah dihadapan pak kadi dan telah resmi menjadi sepasang suami istri, pesta pun digelar untuk memberi kesempatan kepada seluruh tamu undangan yang ingin mengucapkan selamat kepada kedua mempelai.

Wednesday, August 17, 2016

Adat Pernikahan Papua


Upacara perkawinan suku-suku di Papua memang ada yang sama dan ada pula yang berbeda. Berikut ini akan dijelaskan adat upacara perkawinan oleh Suku Biak di kabupaten Biak Numfor, Papua.

Melamar
Di Biak ada dua macam cara melamar. Cara yang pertama dinamakan Sanepen, yaitu pinangan yang dilakukan oleh pihak orang tua sewaktu anaknya masih kecil. Cara melamar yang kedua disebut fakfuken, yaitu pinangan yang dilakukan oleh orang tua pria setelah anak berumur 15 tahun ke atas.

Mula-mula, pihak pria akan mendatangi pihak wanita untuk mengadakan lamaran secara resmi dengan membawa kaken, yaitu bawaan sebagai tanda perkenalan. Bila lamaran telah disetujui pihak wanita pun akan memberikan kaken pula.

Kedua pihak kemudian berembuk mengenai mas kawin. Dahulu mas kawin itu berupa kamfar, yaitu gelang dari kulit kerang atau bahkan perahu. Namun, sekarang berupa roibena (bahan berwarna hitam), porselen Cina, dan gelang perak. Selanjutnya, kedua keluarga menetapkan hari perkawinan.


Persiapan dan Upacara Pernikahan
Sehari sebelum hari pernikahan, masing-masing pihak mengadakan samrem, yaitu acara makan bersama semua saudara laki-laki dari pihak ibu. Keesokan paginya keluarga wanita menghias sang gadis sesuai adat dan membawa wanita dengan arakan ke rumah pengantin pria. 

Setibanya di tangga rumah pengantin pria, pengantin wanita didukung oleh bibinya denganroibena. Kemudian pengantin wanita memberi uang kepada bibinya dan sang bibi memberikan roibena tadi kepada pengantin wanita. Pengantin wanita memberi lagi roibena baru kepada sang bibi.

Setelah itu, pihak wanita memberikan asyawer, yaitu seperangkat senjata berupa tombak, panah, dan parang kepada pihak pria. Pihak pria harus menebusnya dengan asyawer pula, baru acara pernikahan dapat dilanjutkan.

Upacara dilakukan oleh kepala adat. Mula-mula kepala adat memberikan sebatang rokok untuk diisap pengantin pria dan selanjutnya diisap pengantin wanita. Kemudian kedua mempelai saling menyuapi makanan dengan ubi atau talas bakar. Dengan demikian selesailah upacara pernikahan dan kedua mempelai sah sebagai suami istri. Pemberkatan pernikahan oleh kepala adat disebutwafer. Acara ditutup dengan makan bersama.


Monday, August 15, 2016

Rias Pengantin Paes Ageng Yogya Make Up by Rossana C

Adat dan Upacara Perkawinan Suku Dayak


Adat perkawinan suku Dayak
Seorang ***** Dayak boleh menikah dengan pemuda suku bangsa lain asal pemuda itu bersedia dengan tunduk dengan adat Dayak. Pada dasarnya orang tua suku Dayak berperanan penting dalam memikirkan jodoh bagi anak mereka, tetapi cukup bijaksana dengan menanyakan terlebih dahulu pada anaknya apakah ia suka dijodohkan dengan calon yang mereka pilihkan. Kalau sudah ada kecocokan, ayah si pemuda datang meminang ***** itu dengan menyerahkan biaya lamaran yang disebut hakumbang Auh. Pada orang Dayak Ngaju umumnya mas kawin berbentuk uang atau perhiasan. Mas kawin di kalangan suku Dayak biasanya tinggi sekali, karena besarnya mas kawin dianggap sebagai martabat keluarga wanita.
Upacara perkawinan suku Dayak sepenuhnya ditanggung oleh keluarga pihak wanita. Untuk pelaksanaan upacara perkawinan dipotong beberapa ekor babi, sedangkan memotong ayam untuk hidangan dianggap hina. Pada upacara perkawinan pengantin pria biasanya menghadiahkan berbagai tanda kenangan berupa barang antik kepada abang mempelai wanita. Sebagai pernyataan terima kasih karena selama ini abang telah mengasuh calon istrinya. Tanda kenangan yang oleh orang Dayak Ot Danum disebut sapput itu berupa piring keramik Cina, gong antik, meriam kecil kuno, dan lain-lain.

Upacara Perkawinan Masyarakat Etnik Dayak Ngaju Dalam Kajian Adat

Ritual perkawinan masyarakat Dayak tidak hanya mengandung nilai-nilai religi tetapi juga mengandung aspek budaya karena kedua hal itu saling keterkaitan erat dan hampir tidak dapat kita bedakan dikarenakan kultur masyarakat Dayak yang unik. Aspek budaya dalam ritual perkawinan ini dapat kita lihat dari beberapa tahapan yang terdapat dalam prosesi perkawinan masyarakat Dayak Ngaju seperti adanya proses Hakumbang Auh dan Maja Misek (memupuh), dimana pada tahapan ini budaya musyawarah untuk mufakat sangat kental terlihat selain itu menjadikan ikatan kekeluargaan semakin erat. Kemudian pada saat hari perkawinan, sebelum mempelai laki-laki memasuki rumah pihak perempuan adanya acara penyambutan berupa berbalas pantun, tari-tarian serta pencak silat daerah Kalimantan Tengah untuk memutus halangan yang berupa Pantan atau yang lazim dikenal oleh masyarakat Dayak dengan nama Lawang Sakepeng  Dalam tradisi masyarakat Dayak Ngaju pelaksanaan upacara perkawinan tidak mudah dan tidak bisa secepatnya untuk mengambil suatu keputusan, tetapi harus dimusyawarahakan oleh keluarga besar, karena keluarga juga merupakan penentu dalam pengambilan keputusan. Semua yang menyangkut tahapan dan persyaratan perkawinan  akan disesuaikan dengan aturan adat agar semua proses pelaksanaan berjalan sesuai dengan rencana keluarga. Perkawinan yang ideal bagi masyarakat Dayak Ngaju, adalah perkawinan dengan sistem meminang karena mempunyai rangkaian yang sangat panjang.  Dalam tata cara perkawinan masyarakat Dayak ini terdapat sedikit pertentangan pendapat tentang apakah tata cara itu adat atau agama, namun jika kita kembali ke sejarah awal masyarakat Dayak yang awalnya adalah penganut agama Helu atau Kaharingan sudah barang tentu tata cara perkawinan yang ada merupakan tradisi religi asli Kaharingan bukan sekedar adat  atau kebiasaan. Selain itu jika kita melihat pemahaman masa lalu masyarakat Dayak sebelum masuknya agama-agama ke  tanah Dayak, maka kata adat dipahami sebagai sebuah tradisi leluhurnya sebagai adat yang adi luhung sebagai penjaga keharmonisan hidup yang harus dilaksanakan atau sebagai sebuah keyakinan. Sehingga sampai sekarang dalam praktek kehidupannya masyarakat Dayak yang sudah menganut agama-agama baru tetap menjalankan tradisi leluhurnya karena mereka menganggap itu adalah warisan leluhur yang harus dilestarikan atau dengan bahasa sederhana yaitu adat. Hal ini dapat kita lihat dalam tata cara upacara perkawinan masyarakat Dayak yang telah beralih keyakinan ke agama Kristen, kecuali yang menganut agama Islam, masih melaksanakan sesuai tradisi leluhur walaupun dengan menghilangkan beberapa bagian menyesuaikan dengan agama yang mereka anut. Dari kenyataan di lapangan kita bisa melihat batasan mana pelaksanaan yang keterkaitan dengan ritus perkawinan suku Dayak Ngaju yang bermula dari tradisi religi Kaharingan yang awalnya disebut dengan agama Helu dengan yang dianggap adat. Dalam tata cara perkawinan yang dianggap sebagai adat yaitu tahapan Hakumbang Auh,mamanggul atau  Maja Misek ,pelaksanaan upcara Perkawinan seperti : Panganten Haguet, Panganten Lumpat atau Mandai, Mambuka Lawang Sakepeng, Mamapas serta Haluang Hapelek, yang merupakan acara menagih Jalan Hadat, yaitu syarat-syarat dalam rangka perkawinan yang harus diserahkan oleh pihak penganten pria kepada penganten wanita juga dilaksanakan yang kemudian dilanjutkan dengan kedua mempelai bersama-sama membacakan surat perjanjian kawin yang isinya memuat syarat-syarat adat yang diserahkan yakni Jalan Hadat, sangsi-sangsi dan janji kedua mempelai dalam memelihara perkawinan dan memuat pula peneguhan para saksi dan ahli waris. Surat itu kemudian ditandatangani oleh kedua mempelai, saksi, ahli waris dan disaksikan oleh hadirin yang dilanjutkan dengan upacara Tampung Tawar (Pemercikan air/tirta). Sedangkan untuk upacara Manyaki Panganten (Panganten Hasaki atau Panganten Hatatai), yang merupakan inti upacara perkawinan sebagai upacara pengukuhan perkawinan bagi masyarakat Hindu Kaharingan etnik Dayak Ngaju tidak dilaksanakan oleh masyarakat Dayak etnik Dayak Ngaju yang non Hindu Kaharingan, namun pemberkatan atau pengukuhannya dilaksanakan menurut tata cara agama yang dianutnya.
Prosesi makan makanan yang disebut Panginan Putir Santang, yaitu tujuh gumpal nasi sebagai simbol penyatuan mereka bahwa mereka sejak hari itu resmi sebagai suami isteri. Yang dilanjutkan dengan kedua mempelai berjalan menuju ambang pintu rumah untuk melakukan Manukie (pekikan) sebanyak tujuh kali di ambang pintu. Maksud pekikan itu adalah untuk membuka pintu langit dan mereka berdua berikrar dihadapan Tuhan bahwa mereka akan memelihara perkawinan itu untuk selama-lamanya sampai akhir hayat. Yang dilanjutkan dengan prosesi penanaman pohon Sawang (Ponjon Andong). Beberapa urutan acara tersebut tidak dilakukan oleh yang masyarakat Dayak non Hindu Kaharingan karena tentunya akan bertentangan dengan agama yang dianutnya.
Selain itu prosesi pasca perkawinan yang harus dilalui oleh kedua mempelai , seperti Maruah Pali juga tidak dilaksanakan. Maruah artinya menghapus atau mengakhiri. Pali berarti tabu atau pantangan. Jadi yang dimaksud dengan acara Maruah Pali adalah acara yang dilaksanakan sebagai tanda berakhirnya masa berpantangan bagi kedua mempelai. Karena setelah acara perkawinan, kedua mempelai harus menjalani masa Pali yaitu masa berpantangan selama tiga hari atau paling lama tujuh hari sejak hari perkawinan mereka. Pantangan yang tidak boleh mereka lakukan selama menjalani masa Pali adalah :
  1. Melakukan hubungan suami istri
  2. Mengadakan perjalanan jauh
Yang dilaksanaan hanya pada prosesi upacara Pakaja Manantu. Upacara ini merupakan upacara menerima menantu oleh kedua orang tua suaminya. Upacara ini dilakukan di rumah orang tua laki-laki. Upacara ini merupakan sebagai ungkapan rasa syukur dan bahagia bahwa anak mereka sudah memiliki pasangan hidup.
Beberapa bagian yang dihilangkan tersebutlah yang membedakan antara tata cara perkawinan masyarakat Dayak Ngaju yang berasal dari tradisi asli agama Helu atau Kaharingan yang dilaksanakan oleh umat Hindu kaharingan dengan tata cara perkawinan yang dianggap adat yang dilaksanakan oleh masyarakat Dayak yang sudah tidak menganut agama Hindu Kaharingan lagi.

Gambar  1.1



Sunday, August 14, 2016

Sejarah dan Upacara Perkawinan Suku Banjar



Suku Banjar salah satu suku terbesar yang berada di wilayah Kalimantan Selatan, kenapa disebut terbesar?  Ya, karena suku ini cukup besar kalau dibandingkan dengan suku Dayak dan suku Bugis. Salah satu budaya  dan adat Banjar yang cukup dikenal di Nusantara yaitu “Upacar Adat Perkawinan Suku Banjar”

Puncak upacara adat ini adalah, persandingan di pe¬laminan , sebelum upacara tersebut akan didahului dengan tiga tahap upacara, yaitu: Akad Nikah adalah suatu tanda perkawinan telah resmi disyahkan oleh penghulu. Selanjut¬nya upacara Balarap, yaitu mencukur alis pengantin wanita agar nampak indah dan cantik.

Berikutnya upacara Badudus (mandi-mandi), dalam upa¬cara ini dibuatkan tempat khusus yang sudutnya diberi tombak dengan hiasan kain bersulam emas, di atasnya diberi payung. Hiasan lain adalah daun tebu dan janur, seluruh warna didominasi warna kuning, yang berarti Kebesaran dan Keluhuran.

Karena kedua mempelai sudah melaksanakan akad nikah, maka keduanya dimandikan bersama. 7 orang wanita berusia lanjut melakukan keramas dan memberi bedak 7 kali.
Setelah siraman ke 6, dan siraman ke 7 nya dengan air kelapa gading muda sambil diminum airnya oleh kedua pengantin.
Kemudian diiring masuk ke balai dengan taburan beras kuning, di ruangan telah tersedia 40 jenis kue tradisional .Banjar. Di samping upacara adat perkawinan Banjar akan dipergelarkan aneka kesenian Daerah Kalimantan Selatan.

Coba kita lihat sejarah singkat Suku Banjar ini, suku Banjar ini awal mulanya adalah penduduk Sumatra dan sekitarnya yang ingin mendirikan tanah air baru yang berlokasi di Kawasan Tanah Banjar (Sekarang Kalimantan Selatan). Peristiwa itu sudah terjadi sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu.

Selama proses waktu yang panjang itu, mereka telah bercampur dengan penduduk asli  yaitu suku Dayak dan ditambah lagi dengan para imigran yang berdatangan. Dengan adanya percampuran seperti itu maka suku Banjar memiliki subsuku Banjar yaitu, suku Banjar Pahaluan, Banjar Batang Banyu, dan Bajar Kuala.

Suku banjar berasal dari wilayah inti dari Kesultanan Banjar. Dimana wilayah ini juga mencangkup wilayah DAS Barito bagian hilir, DAS Bahan (Negara), DAS Martapura, dan DAS Tabanio yaitu pusat suku Banjar di Sungai Barito bagian hilir. Suku banjar selain menempati sebahagian besar wilayah Kalimantan Selatan mereka juga sudah mulai menempati wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur mulai abad ke-17.
Banjar Pahaluan
Biasanya suku Banjar Pahaluan ini membuat permukimannya tidak jauh dari balai suku Dayak Bukit, tetapi walaupun saling berdekatan kedua suku ini dalam kehidupan sehari-harinya mereka  berdiri sendiri. Suku Banjar pahaluan ini sebenarnya kebanyakan menduduki lembah-lembah sungai yang berhulu ke Pegunungan Meratus.
Banjar Batang Banyu
Awal mula terbentuknya masyarakat suku Banjar Batang Banyu ini sangaterat hubungannya dengan terbentuknya pusat kekuasaan yang meliputi seluruh wilayah banjar. Dan ada kemungkinan awal mula terbentuknya masyarakat suku Banjar Batang Banyu ini di hulu Sungai Negara atau di Sungai Tabalong yangmerupakan cabang Sungai Negara. Dimana daerah tepi Sungai Tabalong merupakan tempat tinggal tradisional suku Dayak Maanyan, yang diduga ikut serta membentuk subsuku Batang Banyu.
Banjar Kuala
Suku Banjar Kuala merupakan campuran dari suku-suku yang ada di Kalimantan diantaranya, Melayu, Bakumpai, Barangas, Maanyan, Ngaju, Lawangan, Jawa, dan Bukit. Suku Banjar Kuala terbentuk dari difusi kebudayaan yang ada dalam keratin, yaitu kerajaan Daha dalam bentuk Kerajaan Banjar Islam. 

Suku Banjar Kuala ini banyak menempati wilayah sepanjang Sungai Tabalong dan muaranya di sungai Barito sampai dengan Kelua, dan Martapura. Sedangkan sebahagiannya lagi ada yang bermukim di kaki pegunungan Meratus dari Tanjung sampai Pelahira.

(Sumber Buku
: 1. Keanekaragaman suku di  Indonesia, M. Hakim H, Penerbit Tropica. 
 2. TAMAN MINI “INDONESIA IND AH” 
 Gambar  1.1




Prosesi Adat Perkawinan Melayau Riau


Setelah melalui proses yang cukup panjang , dimulai dari Merisik hingga ke Pertunangan, maka kemudian dilanjutkan dengan acara perkawinan. Dalam adat melayu Riau Prosesi Perkawinan sangat banyak kita jumpai dan bahkan berbeda-beda, Melayu Indragiri (Rengat), Kampar, Kuantan Singingi, ataupun melayu Siak, Bengkalis, upacara perkawinan ini dianggap amat sakral bahkan tidak boleh ada satupun rangkaian prosesi adat yang terlewatkan. Berikut Prosesi Adat Melayu Riau dalam perkawinan pada umumnya : 

MENGGANTUNG-GANTUNG


Pengantin ibarat raja dan ratu sehari, maka untuk keduanya disiapkan pelaminan yang megah bak singgasana.

Acara mengantung-gantung diadakan beberapa hari sebelum perkawinan atau persandingan dilakukan. Bentuk kegiatan dalam upacara ini biasanya disesuaikan dengan adat di masing-masing daerah yang berkisar pada kegiatan menghiasi rumah atau tempat akan dilangsungkannya upacara pernikahan, memasang alat kelengkapan upacara, dan sebagainya. Yang termasuk dalam kegiatan ini adalah: membuat tenda dan dekorasi, menggantung perlengkapan pentas, menghiasi kamar tidur pengantin, serta menghiasi tempat bersanding kedua calon mempelai. Upacara ini menadakan bahwa budaya gotong-royong masih sangat kuat dalam tradisi Melayu. Upacara ini harus dilakukan secara teliti dan perlu disimak oleh orang-orang yang dituakan agar tidak terjadi salah pasang, salah letak, salah pakai, dan sebagainya. Ungkapan adat mengajarkan hal ini sebagai berikut: 
Adat orang berhelat jamu
Menggantung-gantung lebih dahulu
Menggantung mana yang patut
Memasang mana yang layak 
Sesuai menurut alur patutnya
Sesuai menurut adat lembaga
Supaya helat memakai adat
Supaya kerja tak sia-sia
Supaya tidak tersalah pasang
Supaya tidak tersalah pakai 


MALAM BERINAI

Adat atau upacara berinai merupakan pengaruh dari ajaran Hindu. Makna dan tujuan dari perhelatan upacara ini adalah untuk menjauhkan diri dari bencana, membersihkan diri dari hal-hal yang kotor, dan menjaga diri segala hal yang tidak baik. Di samping itu tujuannya juga untuk memperindah calon pengantin agar terlihat lebih tampak bercahaya, menarik, dan cerah. Upacara ini merupakan lambang kesiapan pasangan calon pengantin untuk meninggalkan hidup menyendiri dan kemudian menuju kehidupan rumah tangga. Dalam ungkapan adat disebutkan: 
Malam berinai disebut orang
Membuang sial muka belakang
Memagar diri dari jembalang
Supaya hajat tidak terhalang
Supaya niat tidak tergalang
Supaya sejuk mata memandang
Muka bagai bulan mengambang
Serinya naik tuah pun datang

Berinai bukan sekadar memerahkan kuku, namun memper- siapkan pengantin agar dapat menjalani pernikahan tanpa aral halangan

Seri kecantikan diperoleh melalui kesabaran. 
Pengantin harus berdiam diri , sabar menanti, agar inai yang dipasang di 
      jemari,tangan    dan kaki menghasilkan warna cerah yang berseri

Upacara ini dilakukan pada malam hari, yaitu dimalam sebelum upacara perkawinan dilangsungkan. Bentuk kegiatannya bermacam-macam asalkan bertujuan mempersiapkan pengantin agar tidak menemui masalah di kemudian hari. Dalam upacara ini yang terkenal biasanya adalah kegiatan memerahkan kuku, tetapi sebenarnya masih banyak hal lain yang perlu dilakukan. Upacara ini dilakukan oleh Mak Andam dibantu oleh sanak famili dan kerabat dekat. Upacara berinai bagi pasangan calon pengantin dilakukan dalam waktu yang bersama-sama. Hanya saja, secara teknis tempat kegiatan ini dilakukan secara terpisah, bagi pengantin perempuan dilakukan di rumahnya sendiri dan bagi pengantin laki-laki dilakukan di rumahnya sendiri atau tempat yang disinggahinya. Namun, dalam adat perkawinan Melayu biasanya pengantin lak-laki lebih didahulukan.  



UPACARA BERANDAM
Upacara berandam dilakukan pada sore hari ba'da Ashar yang dipimpin oleh Mak Andam didampingi oleh orang tua atau keluarga terdekat dari pengantin perempuan. Awalnya dilakukan di kediaman calon pengantin perempuan terlebih dahulu yang diringi dengan musik rebana. Setelah itu baru kemudian dilakukan kegatan berandam di tempat calon pengantin laki-laki. Sebelum berandam kedua calon pengantin harus mandi berlimau dan berganggang terlebih dahulu. Makna dari upacara berandam adalah membersihkan fisik (lahiriah) pengantin dengan harapan agar batinnya juga bersih. Makna simbolisnya adalah sebagai lambang kebersihan diri untuk menghadapi dan menempuh hidup baru. Sebagaimana disebutkan dalam ungkapan adat: 
Adat Berandam disebut orang 
Membuang segala yang kotor
Membuang segala yang buruk
Membuang segala sial
Membuang segala pemali
Membuang segala pembenci
Supaya seri naik ke muka
Supaya tuah naik ke kepala
Supaya suci lahir batinnya
Kecantikan budi mestilah yang utama
keelokan paras tiada boleh terlupa. 

Untuk itulah, Mak Andam merias calon pengantin agar kemolekan makin ternampak nyata./ Berandam yang paling utama adalah mencukur rambut karena bagian tubuh ini merupakan letak kecantikan mahkota perempuan. Di samping itu, berandam juga mencakup kegiatan: mencukur dan membersihkan rambut-rambut tipis sekitar wajah, leher, dan tengkuk; memperindah kening; menaikkan seri muka dengan menggunakan sirih pinang dan jampi serapah. Setelah berandam kemudian dilakukan kegiatan mandi tolak bala, yaitu memandikan pengantin dengan menggunakan air bunga dengan 5, 7, atau 9 jenis bunga agar terlihat segar dan berseri. Kegiatan ini harus dilakukan sebelum waktu shalat ashar. Mandi tolak bala kadang disebut juga dengan istilah ?mandi bunga?. Tujuan mandi ini adalah menyempurnakan kesucian, menaikkan seri wajah, dan menjauhkan dari segala bencana. Dalam ungkapan adat disebutkan: 

Mandi Bunga atau Mandi Tolak Bala bukan sekadar untuk meng- harumkan raga, namun agar jiwa bersih suci, jauh dari iri dengki
Hakekat mandi tolak bala
Menolak segala bala
Menolak segala petaka
Menolak segala celaka
Menolak segala yang berbisa
Supaya menjauh dendam kesumat
Supaya menjauh segala yang jahat
Supaya menjauh kutuk dan laknat
Supaya setan tidak mendekat
Supaya iblis tidak melekat
Supaya terkabul pinta dan niat
 Supaya selamat dunia akhirat



UPACARA KHATAM QUR'AN

Pelaksanaan upacara khatam Qur'an biasanya dilakukan setelah upacara berandam dan mandi tolak bala sebagai bentuk penyempurnaan diri, baik secara lahir maupun batin. Upacara khatam Qur?an sebenarnya bermaksud menunjukkan bahwa pengantin perempuan sudah diajarkan oleh kedua orang tuanya tentang bagaimana mempelajari agama Islam dengan baik. Dengan demikian, sebagai pengantin perempuan dirinya telah dianggap siap untuk memerankan posisi barunya sebagai istri sekaligus ibu dari anak-anaknya kelak. Di samping itu tujuan lainnya adalah untuk menunjukkan bahwa keluarga calon pengantin perempuan merupakan keluarga yang kuat dalam menganut ajaran Islam, sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan adat: 

Pendidikan boleh tiada tamat, ijazah boleh tiada dapat, 
tetapi khatam Al Qur'an tiada boleh terlewat.
Dari kecil cincilak padi 
Sudah besar cincilak Padang 
Dari kecil duduk mengaji
Sudah besar tegakkan sembahyang

Upacara ini dipimpin oleh guru mengajinya atau orang tua yang ditunjuk oleh keluarga dari pihak pengantin. Upacara ini khusus dilakukan oleh calon pengantin perempuan yang biasanya perlu didampingi oleh kedua orang tua, atau teman sebaya, atau guru yang mengajarinya mengaji. Mereka duduk di atas tilam di depan pelaminan. Mereka membaca surat Dhuha sampai dengan surat al-Fatihah dan beberapa ayat al-Qur'an lainnya yang diakhiri dengan doa khatam al-Qur?an



ACARA HANTARAN BELANJA

Antar belanja atau yang biasanya dikenal dengan  dilakukan beberapa hari sebelum upacara akad atau sekaligus menjadi satu rangkaian dalam upacara akad nikah. Jika antar belanja diserahkan pada saat berlangsungnya acara perkawinan, maka antar belanja diserahkan sebelum upacara akad nikah. Beramai-ramai, beriring-iringan, kerabat calon pengantin laki-laki membawa antara belanja kepada calon pengantin wanita. 


Konsep pemikiran dari upacara antar belanja adalah simbol dari peribahasa-peribahasa seperti rasa senasib sepenanggungan,rasa seaib dan semalu, yang berat sama dipikul yang ringan sama dijinjing. Makna dalam upacara antar belanja ini adalah rasa kekeluargaan yang terbangun antara keluarga pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. Oleh karena makna dan tujuannnya adalah membangun rasa kekeluargaan, maka tidak dibenarkan jumlah diantarkan menimbulkan masalah yang menyakiti perasaan di antara mereka. Ungkapan adat mengajarkan: 

Adat Melayu sejak dahulu 
Antar belanja menebus malu
Tanda senasib seaib semalu
Berat dan ringan bantu-membantu




ACARA AKAD NIKAH


Ketika rombongan calon pengantin laki-laki Upacara akad nikah merupakan inti dari seluruh rangkaian upacara perkawinan. Sebagaimana lazimnya dalam adat perkawinan menurut ajaran Islam, upacara akad nikah harus mengandung pengertian ijab dan qabul. Dalam ungkapan adat disebutkan bahwa: 

Seutama-utama upacara pernikahan
Ialah ijab kabulnya
Di situlah ijab disampaikan
 Si situlah kabul dilahirkan
Di situlah syarak ditegakkan
Di situlah adat didirikan
Di situlah janji dibuhul
Di situlah simpai diikat
Di situlah simpul dimatikan
Tanda sah bersuami isteri
Tanda halal hidup serumah
Tanda bersatu tali darah
Tanda terwujud sunnah Nabi
Dengan terucapnya ijab dan kabul, tanggung jawab ayah atas anak gadisnya beralih sudah kepada menantu laki-laki.


Pemimpin upacara ini biasanya adalah kadi atau pejabat lain yang berwenang. Setelah penyataan ijab dan qabul telah dianggap sah oleh para saksi, kemudian dibacakan doa /walimatul urusy/ yang dipimpin oleh kadi atau orang yang telah ditunjuk. Setelah itu, baru kemudian pengantin laki-laki mengucapkan /taklik/ (janji nikah) yang dilanjutkan dengan penandatanganan Surat Janji Nikah. Penyerahan mahar oleh pengantin laki-laki baru dilakukan sesudahnya. 



UPACARA MENYEMBAH



Setelah upacara akad nikah selesai dilakukan seluruhnya, kedua pengantin kemudian melakukan upacara menyembah kepada ibu, bapak, dan seluruh sanak keluarga terdekat. 
Makna dari upacara ini tidak terlepas dari harapan agar berkah yang didapat pengantin nantinya berlipat ganda. Acara ini dipimpin oleh orang yang dituakan bersama Mak Andam. Sembah sujud kepada orang tua tiada boleh lupa, agar tuah dan berkah turun berlipat ganda.




TEPUK TEPUNG TAWAR

Setelah upacara menyembah selesai, kemudian dilanjutkan dengan upacara tepuk tepung tawar. Makna dari upacara adalah pemberian doa dan restu bagi kesejahteraan kedua pengantin dan seluruh keluarganya, di samping itu juga bermakna sebagai simbol penolakan terhadap segala bala dan gangguan yang mungkin diterimanya kelak. Upacara ini dilakukan oleh unsur keluarga terdekat, unsur pemimpin atau tokoh masyarakat, dan unsur ulama. Yang melakukan tepung tawar terakhir juga bertindak sebagai pembaca doa. /Tepuk Tepung Tawar hakikatnya adalah pertanda, bahwa para tetua melimpahkan restu dan doa, bahwa marwah pengantin kekal terjaga. Dalam ungkapan adat disebutkan bahwa makna dari Tepuk Tepung Tawar adalah :

Menawar segala yang berbisa
Menolak segala yang menganiaya 
Menepis segala yang berbahaya
Mendingin segala yang menggoda
Menjauhkan dari segala yang menggila

Jadi, upacara Tepuk Tepung Tawar bermakna sebagai doa dan pengharapan. Dalam pantun nasehat disebutkan: Di dalam Tepuk Tepung Tawar, terkandung segala restu, terhimpun segala doa, terpateri segala harap, tertuang segala kasih sayang. Dalam pantun lain disebut juga bahwa: 

Tepung tawar untuk penawar
Supaya hidup tidak bertengkar
Wabah penyakit tidak menular
Semua urusan berjalan lancar

Kegiatan ini dilakukan dengan rincian: menaburkan tepung tawar ke telapak tangan kedua pengantin, mengoleskan inai ke telapak tangan mereka, dan menaburkan beras kunyit dalam bunga rampai kepada kedua pengantin. Setelah upacara ini selesai berarti telah selesai upacara inti perkawinan. Setelah itu tinggal melakukan upacara-upacara pendukung lainnya, seperti upacara nasehat perkawinan dan jamuan makan bersama.



MENGARAK PENGANTIN LELAKI

Upacara ini bentuknya adalah mengarak pengantin laki-laki ke rumah orang tua pengantin perempuan. Tujuan dari upacara ini sebagai media pemberitahuan kepada seluruh masyarakat sekitar tempat dilangsungkannya perkawinan bahwa salah seorang dari warganya telah sah menjadi pasangan suami-istri. Di samping itu, tujuanya adalah memberitahukan kepada semua lapisan masyarakat agar turut meramaikan acara perkawinan tersebut, termasuk ikut memberikan doa kepada kedua pengantin. Upacara ini beragam bentuknya, tergantung adat yang berlaku di masing-masing daerah Melayu. Bernaung payung iram, diiringi rentak rebana dan gendang,pengantin laki-laki datang kepada dewi pujaan. Dalam upacara arak-arakan ini, yang dibawa adalah beragam alat kelengkapan. Namun, yang paling utama dibawa adalah jambar (di Riau lebih dikenal dengan semerit, pahar ,poha, dulang berkaki).  Isi dalam jambar terdiri dari tiga unsur, yaitu: unsur kain baju atau pakaian dengan kelengkapan perias, unsur makanan, dan unsur peralatan dapur. Ketiga unsur tersebut mengandung makna tentang kehidupan manusia sehari-hari. Jumlah jambar ditentukan berdasarkan adat setempat, asalkan maknanya sesuai dengan nilai Islam. Jumlah 17 adalah sama dengan jumlah rukun shalat, jumlah 17 terkait dengan jumlah rakaat sehari semalam, dan jumlah 25 terkait dengan jumlah rasul pilihan. 
Perang Beras Kunyit
Sesampainya rombongan arak-arakan pengantin laki-laki di kediaman keluarga pengantin perempuan, kemudian dilanjutkan dengan upacara penyambutan. Dalam budaya Melayu, upacara penyambutan tersebut mempunyai makna yang sangat dalam. Oleh karenanya, pengantin laki-laki perlu disambut dengan penuh kegembiraan sebagai bentuk ketulushatian dalam menerima kedatangan mereka. Upacara pencak silat merupakan perlambang kepiawaian pengantin laki-laki menghadapi tantangan.
Iringan Pengantin Laki-Laki dan Perempuan Saling Bertukar tepak
Upacara penyambutan arak-arakan pengantin laki-laki biasanya bentuknya tiga macam, yaitu permainan pencak silat, bertukar tepak induk, dan berbalas pantun pembuka pintu. Dalam kegiatan permainan pencak silat, makna yang terkandung di dalamnya adalah bahwa pengantin laki-laki sebagai calon kepala rumah tangga perlu ditantang kejantanan dan kepiawainnya. Meski hanya sebagai simbol, pencak silat juga mengandung makna persahabatan dan kasih sayang yang dibungkus dengan jiwa kepahlawanan. Setelah permainan silat, rombongan pengantin melanjutkan perjalanannya, biasanya diteruskan dengan kegiatan perang beras kunyit antara pihak pengantin laki-laki dan pihak yang menyambutnya. 

Perang Beras Kunyit antar kedua pihak pengantin, bukan mengobarkan permusuhan, melainkan menyuburkan persaudaraan. Setelah permainan silat dan perang beras kunyit selesai, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan bertukar tepak induk. Kenapa tepak perlu ditukar? Sebab, simbol tepak melambangkan rasa tulus hati dalam menyambut tamu dan juga sebagai lambang persaudaraan. Isi dalam tepak berupa daun sirih, kapur, gambir, pinang, dan tembakau. Kegiatan ini dilakukan setelah rombongan pengantin laki-laki masuk ke halaman rumah pengantin perempuan. Kegiatan ini dapat dilakukan di dalam atau di luar rumah. Bertukar Tepak melambangkan ketulusan hati dan bersebatinya dua keluarga menjadi satu. Kegiatan terakhir dalam upacara langsung adalah berbalas pantun pembuka pintu yang dilakukan di ambang pintu rumah pengantin perempuan. Kegiatan ini bentuknya adalah saling bersahutan pantun antara pemantun pihak pengantin laki-laki dengan pemantun pihak pengantin perempuan yang disaksikan oleh Mak Adam. Fungsi dari kegiatan ini biasanya dipahami sebagai bentuk izin untuk memasuki rumah pengantin perempuan. Setelah Mak Adam atau pemantun pihak pengantin perempuan membuka kain penghalang pintu dan mempersilahkan tamu untuk masuk, maka kegiatan ini dianggap selesai. Berbalas pantun Pembuka Pintu menunjukkan adab sopan santun pengantin laki-laki memasuki kehidupan pengantin perempuan. Upacara Bersanding/ Acara bersanding merupakan puncak dari seluruh upacara perkawinan. Setelah pasangan pengantin berijab-kabul, pengantin laki-laki akan balik ke tempat persinggahannya untuk beristirahat sejenak. Demikian halnya pengantin perempuan perlu kembali ke balik bilik untuk istirahat juga. Setelah keduanya beristirahat kemudian dilangsungkan upacara bersanding. Wakil pihak pengantin perempuan menemui wakil pihak pengantin laki-laki dengan membawa sebuah bunga yang telah dihias dengan begitu indah. Bunga yang diberikan ini menandakan bahwa pengantin perempuan telah siap menanti kedatangan pengantin laki-laki ke tempat persandingan. Pengantin laki-laki kemudian dijemput untuk disandingkan dengan pasangannya.


BERSANDING

Menyandingkan penganting laki-laki dengan pengantin perempuan yang disaksikan oleh seluruh keluarga, sahabat, dan jemputan. Inti dari kegiatan ini adalah mengumumkan kepada khalayak umum bahwa pasangan pengantin sudah sah sebagai pasangan suami-istri. 

Seperti halnya dilakukan dalam upacara akad nikah, dalam upacara langsung juga dilakukan tepuk tepung tawar untuk mengantisipasi jika ada yang belum sempat menyaksikannya pada upacara akad. Sebagaimana disebutkan dalam ungkapan adat sebagai berikut: 
Tiada saat seindah ketika bersanding di pelaminan, bertabur senyum, salam, dan sejahtera
Apabila pengantin duduk bersanding
Sampailah niat usailah runding
Tanda pasangan sudah sebanding
Hilanglah batas habis pendinding
Dalam ungkapan adat lain disebutkan
Pengantin bersanding bagaikan raja
Disaksikan oleh tua dan muda
Tanda bersatu kedua keluarga
 Pahit dan manis sama dirasa