Search This Blog

Saturday, September 3, 2016

Adat Pernikahan Gorontalo



Image result for sejarah pernikahan adat gorontalo
MENGAJI LANTAS MENARI
Indonesia adalah surga di dunia; tempat yang selalu riuh dengan berbagai perayaan pesta. Di negeri ini, setiap etnis punya waktu-waktu dan cara-cara tersendiri dalam menggelar pesta mereka. Salah satu pesta yang mutlak bisa dijumpai pada setiap etnis adalah pesta pernikahan. Etnis Gorontalo, yang bermukim di Provinsi Gorontalo, juga punya cara tersendiri dalam menggelar pesta pernikahan. Berikut adalah tahapan-tahapan yang dilalui dalam penyelenggaraan pesta pernikahan adat Gorontalo:
1.      Mopoloduwo Rahasia
Mopoloduwo rahasia, merupakan tahapan di mana orang tua dari calon pengantin pria mendatangi kediaman orang tua sang wanita untuk memperoleh restu pernikahan anak mereka. Apabila keduanya menyetujui, maka ditentukan waktu untuk melangsungkan pinangan atau tolobalango.
2.      Tolobalango
Tolobalango adalah peminangan secara resmi yang dihadiri oleh pemangku adat dan sejumlah pihak penting lainnya. Prosesi ini mempertemukan juru bicara pihak keluarga pria atau Lundthu Dulango Layio, dan juru bicara utusan keluarga wanita atau Lundthu Dulango Walato. Dalam prosesi ini, disampaikanlah maksud pinangan lewat bait-bait pantun yang indah. Di sini, diungkapkan juga mahar dan rangkaian acara yang akan dilaksanakan selanjutnya. Sebagai catatatan, tidak disebutkan biaya pernikahan (tonelo) oleh pihak utusan keluarga calon pengantin pria dalam prosesi ini.
3.       Depito Dutu
Sesuai dengan kesepakatan yang diamini kedua belah pihak dalam tolobalango, dalam waktu yang telah ditetapkan, digelar prosesi selanjutnya, yakni mengantar mahar dan sejumlah harta lainnya, yang di daerah Gorontalo disebut depito dutu, yang terdiri dari satu paket mahar, satu paket lengkap kosmetik tradisional dan kosmetik modern, seperangkat busana pengantin wanita, serta bermacam buah-buahan dan bumbu dapur atau dilonggato.
Mahar dan pelengkapnya tersebut dibawa oleh sebuah kendaraan yang didekorasi menyerupai perahu, yang disebut kola-kola. Arak-arakan hantaran ini dibawa dari rumah calon pengantin pria menuju rumah pengantin wanita, dengan diringi oleh tabuhan rebana dan lantunan lagu-lagu tradisional Gorontalo, yang yang berisi sanjungan, himbauan, dan doa keselamatan dalam hidup berumah tangga, dunia dan akhirat.
4.       Mopotilandahu
Pada malam, sehari menjelang akad nikah, digelar serangkaian acara malam pertunangan atau mopotilandahu. Acara ini diawali dengan prosesi pembacaan Al-Qur’an, surah Ad-Dhuha dan Al-Lahab oleh calon mempelai wanita, yang bermakna bahwa dia telah menamatkan atau menyelesaikan proses mengajinya. Selanjutnya, calon mempelai pria beserta ayah atau walinya menarikan Molapi Saronde. Sementara ayah dan calon mempelai pria secara bergantian menarikannya, calon mempelai wanita memperhatikan dari kejauhan atau dari kamar.
Bagi calon mempelai pria, adegan menari ini merupakan kesempatan menengok atau mengintip calon istrinya, yang dalam istilah daerah Gorontalo di sebut molile huali. Dengan tarian ini calon mempelai pria mecuri-curi pandang untuk melihat calonnya. Saronde dimulai dengan ditandai pemukulan rebana diiringi dengan lagu Tulunani, yang disusun syair-syair dalam bahasa Arab, yang juga merupakan lantunan doa-doa untuk keselamatan.
Tari Saronde dipengaruhi secara kuat oleh agama Islam. Tarian ini dimulai dengan pemukulan rebana, alat musik pukul berbentuk bundar. Lirik lagu adalah syair-syair pujian terhadap Tuhan dan doa memohon keselamatan dalam bahasa Arab.
5.       Akad Nikah
Keesokan harinya, pemangku adat melaksanakan akad nikah, sebagai acara puncak, di mana kedua mempelai disatukan dalan ikatan pernikahan yang sah menurut syariat Islam. Dengan cara setengah berjongkok, mempelai pria dan penghulu mengikrarkan ijab-kabul dan sang pengantin pria menyerahkan mas kawin yang telah disepakati kedua belah keluarga. Acara ini selanjutnya ditutup dengan doa, sebagai tanda syukur atas kelancaran acara penikahan tersebut.

Monday, August 29, 2016

Tata Cara dan Urutan Pernikahan Adat Na Gok Batak

 Image result for sejarah pernikahan batak
1. Mangarisika..
Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita dalam rangka penjajakan. Jika pintu terbuka untuk mengadakan peminangan maka pihak orang tua pria memberikan tanda mau (tanda holong dan pihak wanita memberi tanda mata). Jenis barang-barang pemberian itu dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain.
2. Marhori-hori Dinding/marhusip..
Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum.
3. Marhata Sinamot..
Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang terbatas) datang oada kerabat wanita untuk melakukan marhata sinamot, membicarakan masalah uang jujur (tuhor).
4. Pudun Sauta..
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari :
1. Kerabat marga ibu (hula-hula)
2. Kerabat marga ayah (dongan tubu)
3. Anggota marga menantu (boru)
4. Pengetuai (orang-orang tua)/pariban
5. Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.
5. Martumpol (baca : martuppol)
Penanda-tanganan persetujuan pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gereja. Tata cara Partumpolon dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut Partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting). Tingting ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah (pamasu-masuon).
6. Martonggo Raja atau Maria Raja.
Adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara yang bertujuan untuk :
Mempersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis
Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pesta/acara dalam waktu yang bersamaan.
Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.
7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
Pengesahan pernikahan kedua mempelai menurut tatacara gereja (pemberkatan pernikahan oleh pejabat gereja). Setelah pemberkatan pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah sebagai suami-istri menurut gereja. Setelah selesai seluruh acara pamasu-masuon, kedua belah pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun yang tidak pergi menuju tempat kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita untuk mengadakan pesta unjuk. Pesta unjuk oleh kerabat pria disebut Pesta Mangalap parumaen (baca : parmaen)
8. Pesta Unjuk
Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan putra dan putri. Ciri pesta sukacita ialah berbagi jambar :
1. Jambar yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar juhut (daging) dan jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan.
2. Jambar yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak adalah dengke (baca : dekke) dan ulos yang dibagi menurut peraturan. Pesta Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.
9. Mangihut di ampang (dialap jual)
Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat mempelai pria yang dielu-elukan kerabat pria dengan mengiringi jual berisi makanan bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat pria.
10. Ditaruhon Jual.
Jika pesta untuk pernikahan itu dilakukan di rumah mempelai pria, maka mempelai wanita dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke tempat namborunya. Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar), sedang dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.
11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)
1. Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria.
2. Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru
12. Paulak Unea..
a. Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal bersama dengan suaminya, maka paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih atas berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama keadaan baik pengantin wanita pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).
b. Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya dan selanjutnya
memulai hidup baru.
13. Manjahea.
Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian.
14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri sendiri (rumah dan mata pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka datanglah berkunjung parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga (yang dimaksud dengan tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru). Dalam kunjungan ini parboru juga membawa makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke simundur-mundur).Dengan selesainya kunjungan maningkir tangga ini maka selesailah rangkaian pernikahan adat na gok.
Yang menjadi bahan pertanyaan sekarang adalah :

Friday, August 19, 2016

Adat Pernikahan Masyarakat Aceh

 
 
Seperti halnya di daerah-daerah lain di Indonesia yang mempunyai banyak tahapan sebelum seseorang benar-benar resmi menjadi suami istri maka di Aceh pun demikian pula adanya. Sebelum mempelai resmi menjadi suami istri haruslah terlebih dahulu melewati beberapa prosesi adat yang lumayan panjang. Apa saja prosesi adatnya. Prosesi adat pernikahan di Aceh ini dibagi dalam beberapa tahapan yang kesemuanya wajib dilalui oleh kedua mempelai. Ini dia tahapan-tahapan dalam pernikahan adat Aceh..
1. Tahap Melamar (Ba Ranup)
Ba Ranup atau tahapan melamar ini sendiri di Aceh di atur dengan adat yang lumayan panjang yakni terlebih dahulu jika seorang lelaki yang dinilai sudah cukup dewasa sudah saatnya berumah tangga maka untuk mencarikan jodoh bagi si lelaki tersebut atau jika seorang lelaki memiliki pilihan sendiri terhadap seorang perempuan untuk menjadi istrinya maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mengutus kerabat yang dituakan dan dianggap cakap dalam berbicara (disebut sebagai theulangke) untuk menemui keluarga sang perempuan untuk menanyakan status sang perempuan apakah yang bersangkutan ada yang punya atau tidak. Jika ternyata yang bersangkutan belum ada yang punya dan tidak ada ikatan apapun dengan orang lain maka barulah theulangke mengutarakan lamarannya.
Pada hari yang telah ditentukan kedua belah pihak kemudian pihak keluarga laki-laki mengutus beberapa orang yang dituakan untuk datang ke rumah orang tua pihak perempuan untuk melamar secara resmi dengan membawa sirih dan isinya sebagai simbol penguat ikatan dan kesungguhan. Setelah acara lamaran selesai dan rombongan pelamar telah pulang maka barulah kemudian keluarga yang dilamar yaitu keluarga sang perempuan bermusyawarh dengan anak gadisnya mengenai diterima atau tidaknya lamaran tersebut.
2. Tahap Pertunangan (Jakba Tanda)
Jika kemudian lamaran tersebut diterima oleh pihak perempuan maka prosesi selanjutnya adalah keluarga pihak laki-laki akan datang kembali ke rumah orang tua sang perempuan untuk membicarakan hari perkawinannya (disebut peukeong haba) sekaligus juga menetapkan seberapa besar mahar yang diinginkan oleh sang calon mempelai perempuan (disebut jeunamee) dan seberapa banyak tamu yang akan diundang dalam resepsi tersebut.
Pada acara yang sama setelah semua musyawarah tentang besarnya mahar, hari perkawinan dan banyaknya tamu yang nanti akan diundang yang dilakukan oleh keluarga kedua calon mempelai mencapai kata sepakat, barulah kemudian dilanjutkan dengan acara berikutnya yakni acara pertunangan atau yang disebut dengan Jakba Tanda. Dalam acara ini pihak calon mempelai laki-laki akan mengantarkan berbagai makanan khas daerah Aceh dan juga barang-barang lainnya, yang diantaranya buleukat kuneeng dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat pakaian wanita dan perhiasan yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria.
Tapi karena ada kalanya meski kedua pihak telah sampai pada tahap pertunangan perkawinan itu batal karena berbagai hal maka ‘aturan main’ dalam pertunangan ini jika ternyata pada akhirnya kedua belah pihak gagal bersanding di pelaminan maka tanda emas yang telah diberikan itu jika yang menyebabkan gagalnya perkawinan (tak jadi menikah) adalah calon mempelai pria maka tanda emas itu akan dianggap hangus tapi jika ternyata penyebabnya adalah calon mempelai wanita maka tanda emas itu harus diganti sebesar dua kali lipat.
3. Pesta Pelaminan
Setelah semua tahapan dapat dilalui maka barulah kemudian acara inti pun digelar yaitu pesta perkawinan itu sendiri. Dua prosesi lain dalam adat perkawinan masyarakat Aceh yang juga tak kalah pentingnya yaitu tueng dara baru yang berarti penjemputan secara adat yang dilakukan pihak pengantin laki-laki terhadap pihak pengantin perempuan dan tueng linto baroe yang bermakna sebaliknya. Setelah kedua mempelai melakukan akad nikah dihadapan pak kadi dan telah resmi menjadi sepasang suami istri, pesta pun digelar untuk memberi kesempatan kepada seluruh tamu undangan yang ingin mengucapkan selamat kepada kedua mempelai.

Wednesday, August 17, 2016

Adat Pernikahan Papua


Upacara perkawinan suku-suku di Papua memang ada yang sama dan ada pula yang berbeda. Berikut ini akan dijelaskan adat upacara perkawinan oleh Suku Biak di kabupaten Biak Numfor, Papua.

Melamar
Di Biak ada dua macam cara melamar. Cara yang pertama dinamakan Sanepen, yaitu pinangan yang dilakukan oleh pihak orang tua sewaktu anaknya masih kecil. Cara melamar yang kedua disebut fakfuken, yaitu pinangan yang dilakukan oleh orang tua pria setelah anak berumur 15 tahun ke atas.

Mula-mula, pihak pria akan mendatangi pihak wanita untuk mengadakan lamaran secara resmi dengan membawa kaken, yaitu bawaan sebagai tanda perkenalan. Bila lamaran telah disetujui pihak wanita pun akan memberikan kaken pula.

Kedua pihak kemudian berembuk mengenai mas kawin. Dahulu mas kawin itu berupa kamfar, yaitu gelang dari kulit kerang atau bahkan perahu. Namun, sekarang berupa roibena (bahan berwarna hitam), porselen Cina, dan gelang perak. Selanjutnya, kedua keluarga menetapkan hari perkawinan.


Persiapan dan Upacara Pernikahan
Sehari sebelum hari pernikahan, masing-masing pihak mengadakan samrem, yaitu acara makan bersama semua saudara laki-laki dari pihak ibu. Keesokan paginya keluarga wanita menghias sang gadis sesuai adat dan membawa wanita dengan arakan ke rumah pengantin pria. 

Setibanya di tangga rumah pengantin pria, pengantin wanita didukung oleh bibinya denganroibena. Kemudian pengantin wanita memberi uang kepada bibinya dan sang bibi memberikan roibena tadi kepada pengantin wanita. Pengantin wanita memberi lagi roibena baru kepada sang bibi.

Setelah itu, pihak wanita memberikan asyawer, yaitu seperangkat senjata berupa tombak, panah, dan parang kepada pihak pria. Pihak pria harus menebusnya dengan asyawer pula, baru acara pernikahan dapat dilanjutkan.

Upacara dilakukan oleh kepala adat. Mula-mula kepala adat memberikan sebatang rokok untuk diisap pengantin pria dan selanjutnya diisap pengantin wanita. Kemudian kedua mempelai saling menyuapi makanan dengan ubi atau talas bakar. Dengan demikian selesailah upacara pernikahan dan kedua mempelai sah sebagai suami istri. Pemberkatan pernikahan oleh kepala adat disebutwafer. Acara ditutup dengan makan bersama.


Monday, August 15, 2016

Rias Pengantin Paes Ageng Yogya Make Up by Rossana C

Adat dan Upacara Perkawinan Suku Dayak


Adat perkawinan suku Dayak
Seorang ***** Dayak boleh menikah dengan pemuda suku bangsa lain asal pemuda itu bersedia dengan tunduk dengan adat Dayak. Pada dasarnya orang tua suku Dayak berperanan penting dalam memikirkan jodoh bagi anak mereka, tetapi cukup bijaksana dengan menanyakan terlebih dahulu pada anaknya apakah ia suka dijodohkan dengan calon yang mereka pilihkan. Kalau sudah ada kecocokan, ayah si pemuda datang meminang ***** itu dengan menyerahkan biaya lamaran yang disebut hakumbang Auh. Pada orang Dayak Ngaju umumnya mas kawin berbentuk uang atau perhiasan. Mas kawin di kalangan suku Dayak biasanya tinggi sekali, karena besarnya mas kawin dianggap sebagai martabat keluarga wanita.
Upacara perkawinan suku Dayak sepenuhnya ditanggung oleh keluarga pihak wanita. Untuk pelaksanaan upacara perkawinan dipotong beberapa ekor babi, sedangkan memotong ayam untuk hidangan dianggap hina. Pada upacara perkawinan pengantin pria biasanya menghadiahkan berbagai tanda kenangan berupa barang antik kepada abang mempelai wanita. Sebagai pernyataan terima kasih karena selama ini abang telah mengasuh calon istrinya. Tanda kenangan yang oleh orang Dayak Ot Danum disebut sapput itu berupa piring keramik Cina, gong antik, meriam kecil kuno, dan lain-lain.

Upacara Perkawinan Masyarakat Etnik Dayak Ngaju Dalam Kajian Adat

Ritual perkawinan masyarakat Dayak tidak hanya mengandung nilai-nilai religi tetapi juga mengandung aspek budaya karena kedua hal itu saling keterkaitan erat dan hampir tidak dapat kita bedakan dikarenakan kultur masyarakat Dayak yang unik. Aspek budaya dalam ritual perkawinan ini dapat kita lihat dari beberapa tahapan yang terdapat dalam prosesi perkawinan masyarakat Dayak Ngaju seperti adanya proses Hakumbang Auh dan Maja Misek (memupuh), dimana pada tahapan ini budaya musyawarah untuk mufakat sangat kental terlihat selain itu menjadikan ikatan kekeluargaan semakin erat. Kemudian pada saat hari perkawinan, sebelum mempelai laki-laki memasuki rumah pihak perempuan adanya acara penyambutan berupa berbalas pantun, tari-tarian serta pencak silat daerah Kalimantan Tengah untuk memutus halangan yang berupa Pantan atau yang lazim dikenal oleh masyarakat Dayak dengan nama Lawang Sakepeng  Dalam tradisi masyarakat Dayak Ngaju pelaksanaan upacara perkawinan tidak mudah dan tidak bisa secepatnya untuk mengambil suatu keputusan, tetapi harus dimusyawarahakan oleh keluarga besar, karena keluarga juga merupakan penentu dalam pengambilan keputusan. Semua yang menyangkut tahapan dan persyaratan perkawinan  akan disesuaikan dengan aturan adat agar semua proses pelaksanaan berjalan sesuai dengan rencana keluarga. Perkawinan yang ideal bagi masyarakat Dayak Ngaju, adalah perkawinan dengan sistem meminang karena mempunyai rangkaian yang sangat panjang.  Dalam tata cara perkawinan masyarakat Dayak ini terdapat sedikit pertentangan pendapat tentang apakah tata cara itu adat atau agama, namun jika kita kembali ke sejarah awal masyarakat Dayak yang awalnya adalah penganut agama Helu atau Kaharingan sudah barang tentu tata cara perkawinan yang ada merupakan tradisi religi asli Kaharingan bukan sekedar adat  atau kebiasaan. Selain itu jika kita melihat pemahaman masa lalu masyarakat Dayak sebelum masuknya agama-agama ke  tanah Dayak, maka kata adat dipahami sebagai sebuah tradisi leluhurnya sebagai adat yang adi luhung sebagai penjaga keharmonisan hidup yang harus dilaksanakan atau sebagai sebuah keyakinan. Sehingga sampai sekarang dalam praktek kehidupannya masyarakat Dayak yang sudah menganut agama-agama baru tetap menjalankan tradisi leluhurnya karena mereka menganggap itu adalah warisan leluhur yang harus dilestarikan atau dengan bahasa sederhana yaitu adat. Hal ini dapat kita lihat dalam tata cara upacara perkawinan masyarakat Dayak yang telah beralih keyakinan ke agama Kristen, kecuali yang menganut agama Islam, masih melaksanakan sesuai tradisi leluhur walaupun dengan menghilangkan beberapa bagian menyesuaikan dengan agama yang mereka anut. Dari kenyataan di lapangan kita bisa melihat batasan mana pelaksanaan yang keterkaitan dengan ritus perkawinan suku Dayak Ngaju yang bermula dari tradisi religi Kaharingan yang awalnya disebut dengan agama Helu dengan yang dianggap adat. Dalam tata cara perkawinan yang dianggap sebagai adat yaitu tahapan Hakumbang Auh,mamanggul atau  Maja Misek ,pelaksanaan upcara Perkawinan seperti : Panganten Haguet, Panganten Lumpat atau Mandai, Mambuka Lawang Sakepeng, Mamapas serta Haluang Hapelek, yang merupakan acara menagih Jalan Hadat, yaitu syarat-syarat dalam rangka perkawinan yang harus diserahkan oleh pihak penganten pria kepada penganten wanita juga dilaksanakan yang kemudian dilanjutkan dengan kedua mempelai bersama-sama membacakan surat perjanjian kawin yang isinya memuat syarat-syarat adat yang diserahkan yakni Jalan Hadat, sangsi-sangsi dan janji kedua mempelai dalam memelihara perkawinan dan memuat pula peneguhan para saksi dan ahli waris. Surat itu kemudian ditandatangani oleh kedua mempelai, saksi, ahli waris dan disaksikan oleh hadirin yang dilanjutkan dengan upacara Tampung Tawar (Pemercikan air/tirta). Sedangkan untuk upacara Manyaki Panganten (Panganten Hasaki atau Panganten Hatatai), yang merupakan inti upacara perkawinan sebagai upacara pengukuhan perkawinan bagi masyarakat Hindu Kaharingan etnik Dayak Ngaju tidak dilaksanakan oleh masyarakat Dayak etnik Dayak Ngaju yang non Hindu Kaharingan, namun pemberkatan atau pengukuhannya dilaksanakan menurut tata cara agama yang dianutnya.
Prosesi makan makanan yang disebut Panginan Putir Santang, yaitu tujuh gumpal nasi sebagai simbol penyatuan mereka bahwa mereka sejak hari itu resmi sebagai suami isteri. Yang dilanjutkan dengan kedua mempelai berjalan menuju ambang pintu rumah untuk melakukan Manukie (pekikan) sebanyak tujuh kali di ambang pintu. Maksud pekikan itu adalah untuk membuka pintu langit dan mereka berdua berikrar dihadapan Tuhan bahwa mereka akan memelihara perkawinan itu untuk selama-lamanya sampai akhir hayat. Yang dilanjutkan dengan prosesi penanaman pohon Sawang (Ponjon Andong). Beberapa urutan acara tersebut tidak dilakukan oleh yang masyarakat Dayak non Hindu Kaharingan karena tentunya akan bertentangan dengan agama yang dianutnya.
Selain itu prosesi pasca perkawinan yang harus dilalui oleh kedua mempelai , seperti Maruah Pali juga tidak dilaksanakan. Maruah artinya menghapus atau mengakhiri. Pali berarti tabu atau pantangan. Jadi yang dimaksud dengan acara Maruah Pali adalah acara yang dilaksanakan sebagai tanda berakhirnya masa berpantangan bagi kedua mempelai. Karena setelah acara perkawinan, kedua mempelai harus menjalani masa Pali yaitu masa berpantangan selama tiga hari atau paling lama tujuh hari sejak hari perkawinan mereka. Pantangan yang tidak boleh mereka lakukan selama menjalani masa Pali adalah :
  1. Melakukan hubungan suami istri
  2. Mengadakan perjalanan jauh
Yang dilaksanaan hanya pada prosesi upacara Pakaja Manantu. Upacara ini merupakan upacara menerima menantu oleh kedua orang tua suaminya. Upacara ini dilakukan di rumah orang tua laki-laki. Upacara ini merupakan sebagai ungkapan rasa syukur dan bahagia bahwa anak mereka sudah memiliki pasangan hidup.
Beberapa bagian yang dihilangkan tersebutlah yang membedakan antara tata cara perkawinan masyarakat Dayak Ngaju yang berasal dari tradisi asli agama Helu atau Kaharingan yang dilaksanakan oleh umat Hindu kaharingan dengan tata cara perkawinan yang dianggap adat yang dilaksanakan oleh masyarakat Dayak yang sudah tidak menganut agama Hindu Kaharingan lagi.

Gambar  1.1



Sunday, August 14, 2016

Sejarah dan Upacara Perkawinan Suku Banjar



Suku Banjar salah satu suku terbesar yang berada di wilayah Kalimantan Selatan, kenapa disebut terbesar?  Ya, karena suku ini cukup besar kalau dibandingkan dengan suku Dayak dan suku Bugis. Salah satu budaya  dan adat Banjar yang cukup dikenal di Nusantara yaitu “Upacar Adat Perkawinan Suku Banjar”

Puncak upacara adat ini adalah, persandingan di pe¬laminan , sebelum upacara tersebut akan didahului dengan tiga tahap upacara, yaitu: Akad Nikah adalah suatu tanda perkawinan telah resmi disyahkan oleh penghulu. Selanjut¬nya upacara Balarap, yaitu mencukur alis pengantin wanita agar nampak indah dan cantik.

Berikutnya upacara Badudus (mandi-mandi), dalam upa¬cara ini dibuatkan tempat khusus yang sudutnya diberi tombak dengan hiasan kain bersulam emas, di atasnya diberi payung. Hiasan lain adalah daun tebu dan janur, seluruh warna didominasi warna kuning, yang berarti Kebesaran dan Keluhuran.

Karena kedua mempelai sudah melaksanakan akad nikah, maka keduanya dimandikan bersama. 7 orang wanita berusia lanjut melakukan keramas dan memberi bedak 7 kali.
Setelah siraman ke 6, dan siraman ke 7 nya dengan air kelapa gading muda sambil diminum airnya oleh kedua pengantin.
Kemudian diiring masuk ke balai dengan taburan beras kuning, di ruangan telah tersedia 40 jenis kue tradisional .Banjar. Di samping upacara adat perkawinan Banjar akan dipergelarkan aneka kesenian Daerah Kalimantan Selatan.

Coba kita lihat sejarah singkat Suku Banjar ini, suku Banjar ini awal mulanya adalah penduduk Sumatra dan sekitarnya yang ingin mendirikan tanah air baru yang berlokasi di Kawasan Tanah Banjar (Sekarang Kalimantan Selatan). Peristiwa itu sudah terjadi sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu.

Selama proses waktu yang panjang itu, mereka telah bercampur dengan penduduk asli  yaitu suku Dayak dan ditambah lagi dengan para imigran yang berdatangan. Dengan adanya percampuran seperti itu maka suku Banjar memiliki subsuku Banjar yaitu, suku Banjar Pahaluan, Banjar Batang Banyu, dan Bajar Kuala.

Suku banjar berasal dari wilayah inti dari Kesultanan Banjar. Dimana wilayah ini juga mencangkup wilayah DAS Barito bagian hilir, DAS Bahan (Negara), DAS Martapura, dan DAS Tabanio yaitu pusat suku Banjar di Sungai Barito bagian hilir. Suku banjar selain menempati sebahagian besar wilayah Kalimantan Selatan mereka juga sudah mulai menempati wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur mulai abad ke-17.
Banjar Pahaluan
Biasanya suku Banjar Pahaluan ini membuat permukimannya tidak jauh dari balai suku Dayak Bukit, tetapi walaupun saling berdekatan kedua suku ini dalam kehidupan sehari-harinya mereka  berdiri sendiri. Suku Banjar pahaluan ini sebenarnya kebanyakan menduduki lembah-lembah sungai yang berhulu ke Pegunungan Meratus.
Banjar Batang Banyu
Awal mula terbentuknya masyarakat suku Banjar Batang Banyu ini sangaterat hubungannya dengan terbentuknya pusat kekuasaan yang meliputi seluruh wilayah banjar. Dan ada kemungkinan awal mula terbentuknya masyarakat suku Banjar Batang Banyu ini di hulu Sungai Negara atau di Sungai Tabalong yangmerupakan cabang Sungai Negara. Dimana daerah tepi Sungai Tabalong merupakan tempat tinggal tradisional suku Dayak Maanyan, yang diduga ikut serta membentuk subsuku Batang Banyu.
Banjar Kuala
Suku Banjar Kuala merupakan campuran dari suku-suku yang ada di Kalimantan diantaranya, Melayu, Bakumpai, Barangas, Maanyan, Ngaju, Lawangan, Jawa, dan Bukit. Suku Banjar Kuala terbentuk dari difusi kebudayaan yang ada dalam keratin, yaitu kerajaan Daha dalam bentuk Kerajaan Banjar Islam. 

Suku Banjar Kuala ini banyak menempati wilayah sepanjang Sungai Tabalong dan muaranya di sungai Barito sampai dengan Kelua, dan Martapura. Sedangkan sebahagiannya lagi ada yang bermukim di kaki pegunungan Meratus dari Tanjung sampai Pelahira.

(Sumber Buku
: 1. Keanekaragaman suku di  Indonesia, M. Hakim H, Penerbit Tropica. 
 2. TAMAN MINI “INDONESIA IND AH” 
 Gambar  1.1